Israel Bunuh Bocah Gaza
Kota
Gaza, Palestina (ANTARA/AFP) - Serangan udara terkini Israel atas Gaza
pada Minggu menewaskan seorang murid sekolah Palestina, menambah jumlah
korban tewas menjadi 17 orang dalam kurang dari 48 jam dan mengaburkan
harapan memulihkan gencatan senjata.
Lonjakan kekerasan sejak Jumat sore ketika serangan Israel menewaskan
pemimpin Panitia Perlawanan Rakyat (RRC) itu memicu pertumpahan darah
lintas perbatasan, yang menewaskan 15 warga Gaza tewas dan lebih dari
100 roket ditembakkan ke Israel, dalam waktu 24 jam paling mematikan
dalam lebih dari tiga tahun. Sejak itu, dua orang lagi tewas, meningkatkan jumlah korban menjadi 17 orang, termasuk 15 pejuang dan dua warga, kata petugas kesehatan. Sejumlah 30 orang lagi luka, enam di antaranya dalam keadaan gawat.
Eropa Bersatu dan Amerika Serikat mendesak kedua pihak memulihkan ketenangan, tapi pejuang Palestina bertekad membalas kematian itu dan Israel mengancam memukul balik jika warganya diserang roket lagi dari daerah kantong pantai tersebut.
Kematian terkini itu terjadi di kampung pengungsi Jabaliya, utara kota Gaza, tempat serangan udara menewaskan bocah 12 tahun Ayub Asaliya, yang dalam perjalanan ke sekolah, dan melukai adik tujuh tahunnya, Waafi, kata sumber kesehatan Palestina kepada AFP.
Tak lama setelah itu, seorang lain luka akibat serangan di timur kota Gaza, kata mereka. Belum ada tanggapan dari tentara.
Pada Sabtu malam, tentara menyatakan 108 roket dan proyektil ditembakkan oleh gerilyawan melintasi perbatasan itu, dengan 80 menghantam wilayah Israel, sementara 28 lagi dicegat penangkal peluru kendali Iron Dome.
Empat orang luka, kata sumber kesehatan, dengan pers mengenali mereka sebagai pekerja pertanian asal Thailand.
Sejak tengah malam, pejuang Palestina menembakkan delapan lagi peluru kendali di Israel selatan, kata laporan media, tapi belum ada pemastian dari pejabat Israel.
Warga Israel selatan pada Minggu tinggal di dekat dengan perlindungan bom mereka dan sekolah di seluruh wilayah itu diliburkan, kata kementerian pendidikan.
Tentara, yang melancarkan sedikit-dikitnya 20 serangan udara sejak Jumat, menyatakan gerakan bertujuan menghentikan serangan roket ke Israel selatan.
Dikatakannya, pada Minggu, angkatan udara (IAF) menghantam tempat "kelompok teror menembakkan roket jarak jauh ke Israel, yang mampu mencapai lebih dari 40 kilometer".
Juru bicara Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memastikan itu, dengan menyatakan menghancurkan tempat peluncuran peluru kendali buatan Iran Fajr-5.
"IAF menghancurkan lubang peluncuran roket jarak jauh Fajr, yang dapat menghantam Tel Aviv," tulis Ofir Gendelman di Twitter, "Itu hasil dari kerja teliti sandiman."
Di antara yang tewas, 10 adalah pejuang dari gerakan keras Jihad Islam, sementara lima lagi dari RRC, termasuk pemimpin kelompok itu, Zohair Qaisi, yang tewas dalam serangan pertama pada Jumat.
Qaisi tewas sesudah peluru kendali menghantam mobilnya di lingkungan Tel Hawa di barat kota Gaza. Anggota lain RRC juga tewas dalam serangan itu.
Tentara menyatakan Qaisi terlibat dalam perencanaan dan pengarahan serangan maut di gurun Negev, Israel selatan, pada Agustus 2011 oleh gerilyawan, yang menyelinap melintasi perbatasan dari semenanjung Sinai, Mesir, menewaskan delapan orang Israel.
Mereka menyatakan ia merencanakan serangan serupa "melalui Sinai dalam beberapa hari mendatang".
Dalam pernyataan pada Sabtu malam, Menteri Pertahanan Israel Ehud Barak mengatakan mengharapkan kekerasan berakhir dalam satu atau dua hari dan berjanji tentara akan terus menyasar "siapa pun merencanakan menyerang warga Israel".
Gerakan Hamas, yang menguasai Jalur Gaza, memberlakukan gencatan senjata diam-diam dengan Israel, namun kelompok lain secara teratur menembakkan roket dan mortir melintasi perbatasan tersebut.
Hamas mengecam serangan Israel itu dan menyatakan minta Mesir membantu merundingkan pengakhiran kekerasan tersebut.
"Kami benar-benar ingin mengakhiri gempuran di Jalur Gaza itu dan hubungan kami dengan Mesir adalah untuk tujuan itu," kata juru bicara Hamas Taher Nunu mengatakan kepada AFP, dengan menyatakan gencatan senjata harus diterapkan oleh kedua pihak.
Lonjakan kekerasan itu mendorong Washington dan Brussels mendesak kedua pihak berupaya memulihkan ketenangan, sementara Liga Arab menuduh Israel melancarkan pembantaian dan menyeru sikap keras masyarakat dunia.
sumber : antara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri Komentar Anda